Banyak negara di dunia tidak ada larangan bagi orang tua dalam memberikan nama kepada anak-anaknya. Hanya beberapa negara yang memiliki peraturan resmi dimana pemerintah mengatur nama-nama bayi.
Di Selandia Baru, pemerintah mengeluarkan secara reguler daftar nama-nama yang tidak boleh digunakan. Contoh nama yang tidak boleh digunakan adalah : Lucifer, Justice, King, Princess, Royal, Major, Bishop, Majesty, Mafia No Fear, dan inisial tanpa arti jelas seperti MC, VI, CJ.
Swedia juga memiliki aturan yang sama, dimana orang tua tidak boleh memberikan nama seperti "Superman" dan "Metallica." Di Republik Dominica, orang tua tidak boleh memberikan nama anaknya dengan nama kendaraan atau buah-buahan.
Di Iran, meskipun tidak dirilis dalam aturan resmi, dianjurkan tidak menggunakan nama "Pahlevi" karena nama tersebut merupakan nama ex Raja terakhir Iran, yang disimbolkan sebagai kolaborator Amerika.
Sama halnya dengan pemberian nama "Hitler" di negara-negara barat. Tapi untuk nama "Stalin", masih ada negara bagian tertentu di Russia yang masih boleh mengunakannya.
Bagaimana dengan di Indonesia? Secara negara memang tidak diatur, biasanya nama diberikan sesuai nama dari budaya suku-sukunya. Yang cukup menarik, di suku Karo (Sumatera Utara) dimana nama-nama seperti, "Kursi Singarimbun”, “Telah Bangun”, “Analgin Ginting”, “Welcome Sitepu” dimungkinkan.
Yang mendasari pemberian nama itu sehingga begitu ringkas dan seolah olah-olah “asal” saja, adalah karena pemahaman orang Karo terdahulu bahwa semua benda itu mempunyai roh.
Misal saat akan memberi nama anaknya, ia ingat akan kata 'Kursi', maka segera akan memberi nama anaknya kursi. Karena pada saat itu dia berfikir roh si kursi, akan menjadi pendamping dan penolong anaknya sepanjang hidupnya.
Sobat Digit-all dari Medan, tentu akan ingat dengan nama dosen Politeknik Negri Medan, Bapak "Roket Angkasa" apakah ada kaitannya dengan tanggal ini, 20 Juli yang bertepatan dengan pendaratan pertama manusia di bulan dengan roket Apollo 11, 44 tahun lalu.
0 comments:
Post a Comment