Iqbal Masih lahir di sebuah keluarga miskin di Arshad, luar kota Lahore, Pakistan. Ayahnya tidak mempedulikan keluarganya, sementara ibunya hanya seorang pembersih rumah.
Suatu hari, keluarganya akan menikahkan kakaknya. Karena tidak ada biaya, mereka meminjam uang ke pabrik penenunan karpet. Sebagai pembayarannya, Iqbal yang masih berusia empat tahun diminta bekerja di penenunan itu sampai utangnya lunas.
Setiap hari, sebelum fajar Iqbal pergi menuju pabrik, di mana ia dan sebagian besar anak-anak lain kemudian diikat dengan rantai untuk mencegah melarikan diri. Selama setahun ia tidak dibayar karena dianggap sebagai pelatihan dan uang makannya ditambahkan sebagai utang.
Ia bekerja 14 jam perhari, enam hari seminggu. Ruang kerjanya sangat panas, karena jendela tidak bisa dibuka untuk melindungi kualitas wol. Jika anak-anak melakukan kesalahan, hukumannya berupa pemukulan, mengisolasi dalam ruang gelap atau digantung terbalik.
Bila melakukan kesalahan itu, utangnya akan bertambah. Diketahui, saat Iqbal berusia 10 tahun, utang keluarganya menjadi tiga kali lipat. Iqbal saat itu berhasil melarikan diri setelah mengetahui bahwa sistem utang seperti itu (peshgi) dinyatakan ilegal oleh MA Pakistan.
Tapi ia tertangkap polisi dan dibawa kembali ke Arshad. Iqbal dikirim bekerja lagi setelah si pemilik pabrik menyuap polisi.
Iqbal lolos lagi untuk kedua kalinya dan bergabung dengan serikat buruh Pakistan untuk membantu menghentikan pekerja anak di seluruh dunia. Iqbal membantu kebebasan lebih dari 3.000 anak lainnya yang terjebak sistem peshgi. Ia berpidato tentang pekerja anak di seluruh dunia.
Iqbal ditembak di Muridke tanggal 16 April 1995, tak lama setelah ia kembali dari Amerika. Saat itu usianya baru dua belas tahun. Ada yang mengatakan, ia tertembak tanpa sengaja oleh seorang petani. Tetapi banyak orang mengatakan ia memang sengaja dibunuh karena pengaruhnya atas masalah peshgi.
"Children Should Have Pens In Their Hands Not Tools" - Iqbal Masih, 1983-1995
0 comments:
Post a Comment